Suku Baduy Dalam

Tidak ada komentar


Sudah kebiasaan libur panjang diisi dengan melakukan trip, kali ini setelah melakukan pilihan-pilihan alternativ dari beberapa destinasi akhirnya jatuh ke pelukan suku baduy. Suku Baduy yang teletak di provinsi banten masih di ujung barat pulau jawa ini tidak akan menyita waktu lama untuk dikunjungi. 
Dengan hasil musyawarah untuk mufakat dengan mas Jho, kita putuskan untuk ikut open trip, dari hasil penerawangan mbah google kami diberi petunjuk bahwa kami harus ikut open trip yang dibuat oleh Team FavTrip dikelola oleh agan Vira dan agan Ario, kamipun dengan sukarela menyerahkan diri untuk digiring ke suku Baduy. Hari sabtu pukul 07:00 kita diundang oleh team FavTrip di stasiun tanah abang untuk diberi jampi-jampi (meeting point) agar tidak kena sawan saat tiba di suku baduy nantinya.




Dalam kelompok kami ada 23 orang yang berasal dari beberapa planet dimuka bumi ini, kami berangkat dari stasiun tanah abang naik kerata api dengan tujuan pertama stasiun rangkas bitung, sesampainya di stasiun rangkas bitung tujuan selanjutnya Ciboleger ntah brantah itu daerah mana, kita diajak sama leader FavTrip naik mobil off road alias elf dengan kondisi infrastruktur yang mengasikkan jika anda doyan olah raga offroad jika nggak doyan pasti muntah.


Antara rangkas bitung dengan Ciboleger ditempuh dengan waktu kurang lebih 2 jam, semakin mendekat daerah Ciboleger rumah semakin jarang, bener-bener sepi dan masih alami, ada yang sedikit mengusik pikiranku diujung jalan tempat terakhir kami mendarat dengan selamat terdapat insting bisnis yang begitu luar biasa terdapat sebuah mini market Alfamart. Sistem pembelian yang tidak bisa ngutang atau barter ini sangat dekat dengan penduduk suku baduy yang masih memegang teguh adat istiadat dan peraturan dengan sistem perdagangan yang sederhana bisa pinjam dan tukar barang.

Acara selanjutnya berdo'a untuk mencari jodoh..eh bukan do'a menurut keyakinan masing-masing agar dalam perjalanan diberikan kesalamatan sampai tujuan, dikarenakan perjalanan memakan waktu 4 jam jalan kaki, naik turun bukit agar bisa sampai baduy dalam. Sebelum masuk baduy dalam, kita melewati beberapa desa baduy luar.

Rasa penasaran memuncak, seperti apa kampung Baduy Dalam sehingga dibedakan dengan Baduy Luar? Walau keduanya memiliki penampakan yang hampir sama, Baduy dalam memiliki pantangan yang lebih ketat dibandingkan Baduy luar, misalnya tidak diperbolehkan menggunakan baju berwarna selain hitam, putih dan biru dongker, dilarang menggunakan bahan-bahan kimia yang dapat mencemari alam seperti pasta gigi, sabun dan sampo, dan sebagainya.



Selain itu jika hendak ke luar Baduy, masyarakat Baduy dalam tidak diperbolehkan menggunakan alat transportasi, seperti motor dan mobil sehingga mereka harus berjalan kaki, untuk bahasa sehari-hari yang mereka gunakan adalah bahasa Sunda dialek Sunda–Banten. Untuk berkomunikasi dengan penduduk luar mereka lancar menggunakan Bahasa Indonesia, walaupun mereka tidak mendapatkan pengetahuan tersebut dari sekolah. Orang Baduy  Dalam tidak mengenal budaya tulis, sehingga adat-istiadat, kepercayaan/agama, dan cerita nenek moyang hanya tersimpan di dalam tuturan lisan saja. Pantangan-pantangan yang terdapat di Baduy dilakukan dalam rangka menjaga nilai dan adat istiadat yang diturunkan dari para leluhur. Pembatasan penggunaan warna pakaian dan teknologi ini bertujuan untuk menghindari kemewahan. Mereka menurunkan tradisi dengan memberikan wejangan dan nasehat kepada para anaknya, yang dikenal dengan tradisi ngolak, semacam pendidikan karakter untuk generasi mendatang.
Orang Baduy/Kanekes tidak mengenal sekolah, karena pendidikan formal berlawanan dengan adat-istiadat mereka. Mereka menolak usulan pemerintah untuk membangun fasilitas sekolah di desa-desa mereka. Bahkan hingga hari ini, walaupun sejak era soeharto pemerintah telah berusaha memaksa mereka untuk mengubah cara hidup mereka dan membangun fasilitas sekolah modern di wilayah mereka, orang Kanekes masih menolak usaha pemerintah tersebut.



Selain pantangan yang ditujukan bagi masyarakat Baduy baik dalam maupun luar, para tamu juga memiliki pantangan, seperti tidak diperbolehkan memotret di kawasan Baduy dalam. Kalau pun boleh, tamu hanya dapat memotret orang Baduy dalam di luar kawasan tempat tinggalnya. 

Sesampainya di Kampung Cibeo, kami langsung menghampiri sungai untuk membersihkan diri dengan kesejukan sungai. Sungai tersebut berada di bawah jembatan yang menghubungkan antara kampung Cibeo dengan tempat leuit atau lumbung padi yang berjejer di luar.

Malam pun mulai tiba, gelap gulita kampung baduy dalam membawa ketenangn jiwaku. kami sharing dengan beberapa masyrakat baduy dalam, bagaimana mereka mandi menggunakan sabun dari tanaman, mereka juga di sunat hingga cara membedakan ayam ternak mereka.
Ke esok paginya saya keluar rumah melihat apa yang belum pernah saya lihat sebelumnya, sekelompok anak-anak kecil berlarian menggunakan pakaian adat tanpa alas kaki sehingga bayang-bayangku menembus batas pada jaman kerajaan. lamunanku tersadar saat waktu pukul 7:30  kita meninggalkan kampung baduy dalam untuk kembali ke asal kami masing-masing. 

Pengalaman perjalanan di suku Baduy Dalam ini mengajari kami hidup yang sederhana, mencintai alam, hidup bergotong royong dan sebuah kejujuran serta keikhlasan. Semoga saya bisa kembali lagi untuk bertemu dengan sahabat-sahabat baru saya "kang Sapri" Baduy Dalam.

Terima Kasih saya ucapkan :
- Mas Jhohanes
- Vira dan Aryo
- Kang Sapri Baduy Dalam
- Mas Angga, Anya, Vini, Lilin, Mbak Risma, Adysti, Dora dll 













Tidak ada komentar :

Posting Komentar

You Tube